Cara
Menyambut Tahun Baru Hijriyah | Selamat Tahun Baru Islam | Selamat Tahun Baru
Hijriyah 1434 H Tahun 2012 M | Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan
hari esok lebih baik dari hari ini.
Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah
orang yang beruntung, Siapa yang hari ini keadaannya sama dengan kemarin maka
dia rugi, Siapa yang keadaan hari ini lebih buruk dari kemarin, maka dia
celaka” (Al Hadist).
Jangan
Sambut Tahun Baru Hijriyah dengan yang Tidak Islami
Satu hal
yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran
Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam
menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka
dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah
kalimat,
“Seandainya
amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita
melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau
perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan
perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat
suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.
Sejauh yang
kita tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun
baru Hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin
dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya
karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun
lemah.
Amalan
Keliru dalam Menyambut Tahun Hijriyah
Beberapa
amalan atau perbuatan yang keliru atau tidak pernah dicontohkan atau tidak ada
haidstnya yang kuat dari Rasulullah SAW, yaitu:
Pertama:
Do’a awal dan akhir tahun
Amalan
seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak
pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat,
tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada
kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para
ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih
parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari
wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas
nama Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Puasa
awal dan akhir tahun
Sebagian
orang ada yang mengkhsuskan puasa di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun
Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil
yang digunakan adalah berikut ini.
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ
، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ
بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ
كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari
pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom,
maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka
tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan
kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Penilaian
ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
(1).Adz
Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al
Juwaibari dan gurunya -Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk
pemalsu hadits.
(2). Asy
Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi
yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini, dan
(3) Ibnul
Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb
yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.
Kesimpulannya
hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits
yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu
mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas
lemah.
Merayakan
tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i,
mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka
memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta
makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan
tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya,
para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah
sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh
Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka
(orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Menyambut
tahun baru Hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun
yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula
kematian. Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu
kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku
tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku
tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan
beristirahat, lalu meninggalkannya.“
Hasan Al
Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki
beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”
Bulan
Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW
dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya
kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan
sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal.
Adapun
pemahaman bulan Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram
adalah bulan yang pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab,
yang ketika itu beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan
titik awal mula kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.
Memang kita
bisa merasakan bedanya peristiwa penyambutan tahun baru Masehi
dan tahun baru Islam (Hijriah). Tahun baru Islam disambut
biasa-biasa saja, jauh dari suasana meriah, tidak seperti tahun baru Masehi
yang disambut meriah termasuk oleh masyarakat muslim sendiri. Sebagai titik
awal perkembangan Islam, seharusnya umat Islam menyambut tahun baru Islam ini
dengan semarak, penuh kesadaran sambil introspeksi, merenungkan apa yang
telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.
Dalam bahasa
Arab, hijrah bisa diartikan sebagai pindah atau migrasi.
Tafsiran hijrah disini diartikan sebagai awal perhitungan kalender Hijriyah,
sehingga setiap tanggal 1 Muharam ditetapkan sebagi hari besar Islam. Memang,
sejak hijrahnya Rasulullah ke Yatsrib, sebuah kota subur, terletak 400
kilometer dari Makkah, Islam lebih memfokuskan pada pembentukan masyarakat
muslim yang tidak kampungan dibawah pimpinan Rasulullah.
Jadi inti
dari peringatan tahun baru Hijriah adalah pada soal perubahan, maka ada baiknya
momen pergantian tahun ini kita jadikan sebagai saat saat untuk merubah menjadi
lebih baik. Itulah fungsi peringatan tahun baru Islam.
Ada 3 pesan
perubahan dalam menyambut Tahun Baru Hijriah ini, yaitu:
1. Hindari
kebiasaan-kebiasaan lama / hal-hal yang tidak bermanfaat pada tahun yang lalu
untuk tidak diulangi lagi di tahun baru ini.
2. Lakukan
amalan-amalan kecil secara istiqamah, dimulai sejak tahun baru ini yang nilai
pahalanya luar biasa dimata Allah SWT, seperti membiasakan shalat dhuha 2
raka’at, suka sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, dll.
3. Usahakan
dengan niat yang ikhlas karena Allah agar tahun baru ini jauh lebih baik dari
tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun masyarakat muslim
lainnya.
Hijrah
Spiritual dan Hijrah Amaliah
Bagi kita
umat Islam di Indonesia, sudah tidak relevan lagi berhijrah berbondong-bondong
seperti jijrahnya Rasul, mengingat kita sudah bertempat tinggal di negeri yang
aman, di negeri yang dijamin kebebasannya untuk beragama, namun kita wajib
untuk hijrah dalam makna “hijratun nafsiah” dan “hijratul
amaliyah” yaitu perpindahan secara spiritual dan intelektual,
perpindahan dari kekufuran kepada keimanan, dengan meningkatkan semangat dan
kesungguhan dalam beribadah, perpindahan dari kebodohan kepada peningkatan
ilmu, dengan mendatangi majelis-majelis ta’lim, perpindahan dari kemiskinan
kepada kecukupan secara ekonomi, dengan kerja keras dan tawakal.
Pendek kata
niat yang kuat untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat
sehingga terwujud “rahmatal lil alamin” adalah tugas suci bagi
umat Islam, baik secara indifidual maupun secara kelompok. Tegaknya Islam
dibumi nusantara ini sangat tergantung kepada ada tidaknya semangat hijrah
tersebut dari umat Islam itu sendiri.
Semoga dalam
memasuki Tahun
Baru Hijriah 1434
Hijriyah ini, semangat hijrah Rasulullah SAW, tetap mengilhami jiwa kita menuju
kepada keadaan yang lebih baik dalam segala bidang, sehingga predikat yang
buruk yang selama ini dialamatkan kepada umat Islam akan hilang dengan
sendirinya, dan pada gilirannya kita diakui sebagai umat yang terbaik,
baik agamanya, baik kepribadiannya, baik moralnya, tinggi intelektualnya dan
terpuji.
Kesimpulan:
1. Sebagai
Muslim yamg taat dengan ajaran agama Islam, hendaklah kita menyambut tahun
baru hijriah ini dengan berbuat dan memperbaiki amalan-amalan kita ditahun
lalu.
2. Hendaklah
menyambut tahun baru ini dengan tidak melakukan sesuatu seperti yang dilakukan
non muslim merayakan tahun baru Masehi janganlah melakukan berbagai kegiatan
atau “ibadah” yang tidak dicontohkan oleh Rasulullh SAW.
3. Hidup
kita semakin hari semakin berkurang, bukannya bertambah, maka selayaknya kita
yang taat pada Allah, mempergunakan kesempatan hidup didunia ini dengan sebaik
mungkin. Karena ajal manusia merupakan rahasia Allah, dan jarum jam tidak akan
pernah berbalik arah, sudah sepantasnya kita memperbaiki diri kita
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar